Sunday, April 29, 2007

THE HELP

Suatu masa, aku masih di rumah saja, belum kerja.
Damai banget...
Hari-hari mengurus anak dan rumah....
Seperti tak akan terjadi apa-apa.
Once upon a time, when I was still at home, not working.
A peaceful life...
Day by day taking care of the house and children....
Like nothing wrong was gonna happen.

Tiba-tiba mbak Pri dateng. (dia pernah kerja untukku, bantuin ngurus rumah dan momong anak-anak. Tapi dia harus berhenti karena ibunya sakit keras --- sampai meninggal). Ya kusambut dengan tangan terbuka.
Suddenly Mbak Pri came. (She worked to me once, helped me taking care of the house and children. She had to quit, coz her mother got sick so bad --- (and finally passed away). I did welcome her with open arms.


Dua hari kemudian...
Anak sulungku sakit. Sampai harus opname di rumah sakit. Siapa yang harus jagain anak kembarku? Untung ada Mbak Pri. Jadi aku bisa nungguin anakku yang opname empat hari...
Two days later....
I never expected my eldest child to get sick. She needed to stay in the hospital. Who was gonna take care of my twin? Thank God Mbak Pri was there.
I stayed in the hospital with my daughter for four days…


Minggu pagi...
Anakku boleh pulang. Bahagiaaaaa banget. Sampai di rumah, ada telepon dari kakaknya Mbak Pri. Dia harus pulang karena Ayahnya mendapat kecelakaan(Sedihnya, beliau meninggal juga..)
Sunday morning….
My daughter was allowed to go home. Can’t say how happy we were. Right when I got home, a telephone from Mbak Pri’s brother. She had to go home since her father’s got an accident (it was so sad to find that he also passed away)…


Di atas semua itu...
Kalau nggak ada Mbak Pri, siapa yang akan menjaga anak kembarku selagi aku di rumah sakit?
Dia seperti dikirim turun dari langit, cuma seminggu, tapi kehadirannya sangat berarti buatku. Pertolongan yang datang di keadaan yang sulit.
Above it all…
If Mbak Pri wasn’t there, who was gonna take care of my twin while I was in hospital?
Felt like she was sent to us, for only a week, her presence meant a lot to us. A big help in such a complicated situation…


Terima kasih Mbak Pri....
Thank you Mbak Pri...

Dan siapa yang telah mengirim pertolongan itu?

And who’s sent the help?

Allah menyayangiku.
Allah loves me…..

Sunday, April 15, 2007

KEMEJING

Dalam suatu kunjungan ke sebuah desa terisolir…

Kabupaten Wonosobo. Kecamatan Wadaslintang. Desa Kemejing. Rombongan dari Semarang ada empat orang: aku, dua orang ibu, dan supir. Dari Kabupaten Wonosobo ada empat orang, ditambah seorang dari Kodim Wonosobo.
Untuk menuju ke sana, dari Kota Wonosobo naik mobil kira-kira dua jam. Jalannya naik… Turun… Meliak… Meliuk…. Sampai ke Obyek Wisata Bendungan Wadaslintang. Selanjutnya perjalanan disambung dengan naik perahu motor menyeberang Waduk Wadaslintang. Aku udah pernah naik perahu motor, jadi bagiku gak istimewa amat. Tapi buat 2 ibu yang pergi bersamaku, rupanya ini pengalaman pertama. Jadi mereka agak-agak heboh.
Sebenarnya ada jalan darat dari Kecamatan Wadaslintang ke Desa Kemejing. Tapi itu berarti harus muterin waduk. Gak masalah kalau lagi musim kemarau. Tapi kalau lagi musim hujan, jalan itu gak mungkin bisa dilalui mobil. Jalannya belum aspal, masih tanah. Juga nanjak. Katanya, jalan kaki aja sepatunya bisa ketinggalan, nancep di jalan waktu kita melangkah. Parah banget kan. Jadi diputuskan naik perahu saja.
Naik perahu agak repot. Posisi penumpang harus imbang kanan kiri. Kalau enggak, perahunya miring ke sisi yang lebih banyak orangnya. Karena penumpangnya 9 orang, maka duduknya dibagi: empat di kanan, empat di kiri, satu di tengah. Aman deh.
Setelah sekitar 20 menit ‘berlayar’, kami mendarat. Rupanya langsung sampai ke pinggir Desa Kemejing. Di sana kami diantar melihat lokasi pembuatan jalan makadam sepanjang 1250 m. Tapi kami cuma melihat sekitar separuhnya. Soalnya jalannya nanjak, dan tatanan batu yang baru dipasang masih tajam (karena pakenya batu belah). Jadi jalannya lumayan ngos-ngosan.
Jalan baru ini lebarnya 2,5 m. Tadinya Cuma berupa jalan setapak yang lebarnya kurang dari 1 meter, dan salah satu sisinya tebing. Ngeri gak tuh kalau kepleset…. Tapi warga yang dilalui jalan itu merelakan sebagian tanah mereka untuk peningkatan jalan tersebut. Tanpa ganti rugi! Mulia banget kan…..
Batu yang digunakan untuk pengerasan jalan itu, ternyata juga diangkut pake perahu menyeberang waduk. Proses menaikkan batu ke perahu dan menurunkannya ke daratan dengan cara estafet. Jadi orangnya mesti banyak, jejer-jejer, lalu saling mengulurkan batu satu persatu. Pake acara pikul memikul pula. Bayangkan.
Siang-siang jalan-jalan bikin haus. Untung warga Desa Kemejing baik hati. Kami disuguhi kelapa muda ijo, fresh from the tree! Seorang satu, gak habis. Seger banget…
Sudah itu kami diajak ke rumah salah satu tokoh masyarakat. Katanya jaraknya lumayan jauh, bapak-bapak yang mengantar kami khawatir kami gak kuat jalan ke sana. Makanya dikerahkanlah pasukan warga bermotor untuk mengantar kami (padahal cuma tiga orang ibu-ibu, bapak-bapaknya tetep aja disuruh jalan…).
Ternyata sebenarnya gak jauh-jauh amat. Kalau gak kasihan sama yang udah njemput, aku sih lebih milih jalan kaki. Habis kalau bonceng motor malah ngeri. Jalannya jalan tanah yang habis kehujanan. Ban motornya selip-selip mulu. Aku takut jatuh. Si bapak bilang, ‘Ibu anteng aja, saya sudah tiap hari lewat jalur ini’. Mana bisa, aku bahkan sempet harus turun karena motornya bener-bener gak bisa jalan dan terpaksa harus diangkat dulu….
Kondisi jalan di Desa Kemijing semua seperti itu. Ada sih sebagian yang sudah makadam, tapi tertutup guguran tanah dari tebing di sisi jalan. Jadi ya sama juga bohong, jalannya tetep aja becek dan selip. Desa Kemejing adalah satu-satunya desa di Kabupaten Wonosobo yang belum punya sejengkal pun jalan aspal. Haru.
Di rumah Pak Darno kami dijamu makan siang. Sayur asem, mujair, ayam, oseng-oseng, sambel… semuanya enak. Sayur asemnya hasil kebun. Mujairnya hasil waduk. Ayamnya…. motong kali ya. Dagingnya alot banget. Aku baru ngeh waktu Bu Darno berkata, ‘Maaf, cuma seadanya. Habis kami baru tahu kalau mau ada tamu tadi jam sepuluh…’ Padahal waktu itu jam setengah satu. Kalau diitung-itung, dari menyembelih sampai mateng, Bu Darno cuma punya waktu sekitar dua jam. Pantesan alot. Ayam kampung kan masaknya harus berjam-jam kalau mau empuk.
Setelah beramah tamah dengan keluarga Pak Darno, Pak Kades, Pak Carik dan beberapa warga yang lain, kami pun pulang. Langit sudah mulai mendung. Mudah-mudahan tidak hujan. Soalnya air waduk lagi surut. Jadi dari dermaga ke perahu ada tambahan jalan kaki di daratan yang timbul karena permukaan air yang turun. Dan itu gak mudah, jalannya gak berbentuk, terjal, licin. Kalau hujan bisa lebih licin lagi.
Seorang Bapak berkata, “Mudah-mudahan hujannya nanti kalau kita sudah naik mobil”. Aku sambung, “Mudah-mudahan hujannya nanti kalau kami sudah sampai di Semarang”. Jauh bangeeeeet….
Langitnya makin gelap. Sampai di tengah waduk gerimis mulai turun. Lama-lama deras. Semua penumpang ngumpul di tengah, berdiri. Kalau duduk gak cukup, dan kalau di pinggir terciprat hujan. Semua orang diam, aku juga. Gimana kalau sampai di tepi nanti hujan belum turun. Gak ada yang bawa payung, dan pasti susah naik ke tepi waduk… Lama-lama aku capek berdiri, jadi aku duduk di pinggir, ngelihatin hujan. Basah-basah dikit, seger aja.
Beberapa menit sebelum perahu merapat, hujannya reda. Bukan ding, di sisi waduk yang itu rupanya memang belum hujan. Semua berseru, ‘Alhamdulillaaah…’. Kami selamat kambali ke lokasi tempat mobil kami diparkir. Setelah mengucapkan terima kasih kepada para pengantar, kami pamit untuk pulang. Hujan baru benar-benar turun ketika kami sudah kira-kira limabelas menit dalam perjalanan pulang, dan kami selamat sampai di Semarang.
…….
…….
Alhamdulillah, meskipun ada yang bilang rumahku agak-agak mblusuk, kampung, tepencil, de el el, gak ada apa-apanya dibanding dengan Desa Kemejing. Jalan di perumahanku semua paving block. Jarak dari perumahanku ke jalan raya cuma +/- 700 meter, walaupun masih setengah jam dari kota. Tapi itu reachable!
Bayangkan, sebelum ada waduk, dan belum ada SD di Desa Kemejing, anak Pak Darno kalau berangkat sekolah jam tiga pagi, jalan kaki. Kalau disuruh berangkat jam empat nggak mau, bisa terlambat. Selain jauh, pasti medannya sulit banget (aku lupa bertanya berapa jarak dari rumah ke sekolah). Di Semarang, aku masuk kantor jam tujuh. Tapi aku berangkat paling pagi jam enam seperempat. Naik mobil atau motor. Nyaman.
Hebat banget anak Pak Darno. Kemauannya itu loh! Sekarang dia udah jadi tentara di Surabaya. Kalau aku, mungkin pilih gak sekolah aja….
…….
…….
Alhamdulillah, hujan baru turun setelah kami menyeberang kembali. Itu sekitar jam dua kurang sedikit. Padahal katanya, biasanya begitu lewat jam dua belas, pasti sudah hujan. Ternyata sewaktu hujan di tengah waduk, semua orang berdoa mohon keselamatan. Aku juga sih…. Tapi gak nyangka kalau ternyata para bapak itu ternyata takut banget. Rupanya mereka pernah punya pengalaman, kehujanan di tengah penyeberangan. Deras. Berangin. Dan untuk beberapa waktu perahu yang mereka tumpangi berputar-putar aja di tengah waduk. Oh……

Aku bersyukur atas perlindungan yang Allah berikan kepada kami sepanjang perjalanan.
Allah menyayangiku.

Wednesday, April 11, 2007

BLESS (Part-2)

Ketika aku sudah nyaman dengan kondisiku...

Kembarku sudah bisa jalan. Pembantu kuberhentikan. Kali ini bener-benre FULL jadi ibu rumah tangga. Aku sudah bosan melamar kerja...

Kata suamiku: Kenapa Allah memberimu anak kembar? Karena DIA tahu kamu mampu. Dan kenapa Allah tidak biarkan kamu kerja? Karena kamu lebih dibutuhkan di rumah, menjaga anak-anak. Dan tidak masalah bagiku kalau kamu tidak bekerja. Karena seandainya kamu sudah bekerja, lalu kamu punya anak kembar, aku tetep akan menyuruhmu berhenti kerja, kecuali gajimu sudah lima juta sebulan..... (Kayanya imposible...)

Jadi aku juga tidak masalah.

But then, suddenly, dengan iseng campur niat, atas dorongan orang tua, mertua, sodara, kakak, adik.... aku melamar suatu pekerjaan lagi. Nggak berharap, dan nggak siap diterima. But.... Aku diterima!

Subhanallah....

Evaluasi:
- Anak pertamaku masuk SD
- Kembarku sudah 3 tahun
- Aku bekerja.

Aku bersyukur atas nikmat dan anugerah yang diberikanNYA kepadaku.
Dan aku akan berusaha menjaga amanat yang DIA berikan padaku.


Allah menyayangiku.

BLESS (Part-1)

Waktu aku masih gadis, masih kuliah, aku punya cita-cita. "Kelak jika aku lulus, aku akan bekerja. Lalu aku akan menikah, dan tetep bekerja. Lalau punya anak, tapi tetep bekerja. Aku akan punya pembantu yang mengurus rumah dan menjaga anak-anak selagi aku dan suamiku bekerja"
Fact:
Aku lulus kuliah. Bekerja----- walau aku tidak pernah menyebutnya benar-benar bekerja----main-main aja. Lalu aku menikah, dan tetep dengan pekerjaan main-mainku. Lalu aku punya anak, dan dengan hitungan matematis, pekerjaan main-mainku tidak akan cukup menutup buat bayar pembantu dan beli susu buat anakku. Jadi aku berhenti.
Uuuuuuuuuuuuh!!!! Aku tetep pengin kerja. Tetep rajin ngirim surat lamaran ke mana-mana. Berhasil tes dan wawancara berkali-kali (kalau gini anakku kutitipkan neneknya, atau tetangga....). Tapi gak pernah sukses, selalu kandas.
Yang ada aku hamil lagi: Kembar!
Shock! Sempat terlintas: sanggup nggak ya menghidupi tiga anak.... Astaghfirullah, bisa-bisanya aku nggak percaya sama Tuhan. Bukankah tiap anak membawa rizkinya sendiri-sendiri?
Habis gimana yach, orang Jawa bilang: bahu siji. Cuma suamiku yang bekerja. Berat nggak sih.....
Evaluasi:
- Aku menikah
- Aku punya anak
- Aku punya pembantu, tapi bukan mengurus rumah dan menjaga anak-anak selagi aku dan suamiku bekerja... Just bantuin aku ngurus si kembar, habis, aku belum kerja juga!
Tapi, believe it or not, hidup kami jadi lebih baik sejak kelahiran kembar. Kami bisa beli (....) dan (....). Suamiku dapat (...)...... Seperti Allah melebarkan pintu rizki...
- Anak pertamaku istimewa
- Anak keduaku luar biasa
- Anak ketigaku mengagumkan
Hingga lebih dari 7 tahun sejak kelulusanku, aku bener-bener full jadi ibu rumah tangga.
Dan aku menikmatinya.
Dan aku bersyukur atas setiap nikmat dan anugerah yang diberikanNYA.
Dan aku beristighfar karena sempat meragukanNYA.

Allah menyayangiku........