Jaman Ibit TK dulu, dia sendiri yang meminta diajari membaca. Berhubung waktu itu aku lumayan selo, aku membuat sendiri sebuah buku belajar membaca, dengan mengadaptasi cara belajar baca qur'an metode Iqro. Bikinnya tidak langsung jadi A-Z. Sesempatnya. Yang penting tersedia dulu materi yang akan dipelajari. Halaman pertama hanya berisi 'a' dan 'ba' yang diacak susunannya sampai Ibit paham benar. Halaman kedua ditambahi 'ca'. Demikian seterusnya. Di setiap halaman juga kuberi gambar warna-warni dengan spidol dan pensil warna, supaya menarik.
Di TK B, Ibit sudah lancar membaca. Lalu buku itu dipinjam oleh seorang temannya yang belum lancar membaca. Sampai sekarang buku itu belum kembali.... Haha ya ndak papa.
Ketika tiba masa Ar Ir belajar membaca, aku keetulan nemu buku belajar membaca dengan metode yang sama dengan yang kugunakan untuk mengajari Ibit. Pikirku lebih praktis beli saja. Lebih menarik juga untuk anak-anak. Aku beli dua, karena aku merasa selama aku sanggup membelikan, anak kembar juga berhak punya buku sendiri-sendiri. Alhamdulillah mereka juga sudah mulai lancar membaca ketika masuk SD.
Buku itu kemudian dipinjam oleh tetangga kami yang juga punya anak kembar. Karena kukira Ar Ir tidak akan punya adik lagi, kuhibahkan saja buku itu pada mereka...
Sekarang masa Aik belajar membaca, aku mencari buku serupa milik Ar Ir dulu di Gramedia. Tapi ndak nemu. Akhirnya nemu yang mirip. Kertasnya terlalu tipis sehingga lebih mudah kusut, apalagi kalau Aik yang pegang. Tapi lumayan daripada ndak ada.
Ternyata praktik belajar dengan Aik tidak semudah melakukannya dengan kakak-kakaknya dulu. Konsentrasi Aik yang mudah pecah membuat dia sulit fokus pada fonem-fonem yang kutunjuk. Perhatiannya mudah teralih ke huruf-huruf lain dan gambar-gambar di buku itu.
Sempat hampir putus asa, aku teringat bahwa Aik cukup bagus dalam identifikasi dengan bantuan kartu. Akhirnya aku bikin sendiri kartu fonem mulai dari 'a' sampai 'za'. Ketika dia sudah familiar dengan 'a' dan 'ba', aku mencoba membawa Aik ke buku, dengan menutup halaman sebelahnya untuk mengurangi distraksi. Walaaa, berhasil!
Aku masih memakai kartu untuk menambahkan fonem berikutnya, meskipun sepertinya Aik sudah mulai paham harus fokus ke mana. Kartu masih lebih efektif untuk belajar dengan 'sambil lalu'. Ketika dia sedang bermain aku tunjukkan satu kartu untuk sekedar mengingat. Itu tidak akan bisa dilakukan dengan buku, karena dia akan langsung merasa keasyikannya bermain terganggu harus konsentrasi menghadap buku.
Anak lain pada umumnya butuh satu sesi untuk satu halaman. Aku tahu Aik akan butuh waktu berlipat. Tapi kalau tidak dilakukan, dia tidak akan dapat. Semangat!