Sunday, October 18, 2020

another gift from 2020

I've been going forward and backward to write about this. I'm still thrilled everytime I remember it. But maybe I can focus on the good thing.

It was Saturday night, two weeks ago. We were on our way home after having dinner. Only about 1 km away from our house, we were in queue to turn right across the road, into the street heading our home.
I sat beside Dan at the front seat. The kids were behind us. Suddenly we felt a hard bump.
"Allahu akbar!"
And another bump.
I was sleepy then. I woke up realizing stuffs from the dashboard drawer spilled on my lap.
"Ar Ir? Ibit? Aik? Mbak Siti? Everyone okay?"
I heard everyone replied. Only Aik didn't. He was sitting between Dan and I. No sound.

I told everyone to save wallets and phones and quickly get out. We had to help Aik because he could hardly move. I checked everyone was okay. I brought Aik and Ibit aside to a quite space. Ar and Ir helped Dan saving stuffs from the car.
We were hit by a truck from behind, and continued with another hit by a car from the opposite direction. We needed a tow truck to move both cars because the front axle were broken.We saw the truck stopped for a while then ran. But a brave man ran after it with his motor bike.
It was a chaotic situation. People, and tow trucks, and police. We called our neighbor to bring us back home while Dan take care of the car and negotiate with all that were involved.

I thought it was a miracle that we were all safe. Ir got some scratches. Ar got a deep one that needed to be sutured. A neighbor that was happening to be there rode him to the nearest hospital. The rest were only some bruises and pain we found the next day in the morning.

May be it looks okay that Aik was so quiet during and after the accident. But it actually terrified me. He usually gets tantrum every time a little thing is not okay. Spilled water, dropped spoon, would trigger his tantrum. I often need hours to calm him down. This time is so quiet. Too quiet.

We have planned to go for a picnic and ride a boat in Waduk Jatibarang on Sunday. I asked Aik if he still wanted to go. He did. At the spot he said he didn't want to ride the boat. I and Dan slowly led him to the dock and he finally got on the boat.


He was still quite until we got home that afternoon. Later in the evening, he sat on my lap and started crying, quietly but deep.
"The car is broken."
"Yes..."
"Can we fix it?"
"Sure. Bapak has sent it to repair shop."
"What day it finish?"
"It needs long time. May be next month?"
He started to cry overflowing.

The next day he started to talk more. But needed few days to see him back to his normal condition.


Ar and Ir didn't look shocked but who knows what's happening inside?


Ibit told her friends to get down of her car if they refused to fasten seat belt.


That night and nights after, Dan couldn't sleep at all. I cried remembering what happened every time before bed. Not because our car was broken, but because we are all safe.

I guess that's all that matter now. We are all safe. God still protected us. 


Monday, September 21, 2020

medal is not the goal but it is a good motivation.

we the whole family applied to join a fun run that should've been held on 21 march but, as the pandemic came by, it was cancelled. the event organizer decided to delay until september but it seems that in this country the pandemic still won't be over until this year end. not pesimistic, just being realistic.

last month the event organizer announced that the fun run will be changed into virtual run that will be held early october this year. all participants can join by submitting individual run that is recorded to applications such as endomondo or else. that is fair enough although not as fun as real fun run. but who wants to get into crowd in times like this? oh the covidiots of course. but certainly not us.

so last week we took our running starter pack, that should be t-shirt, number, and backpack. we thought the medals would be given as participants submit their recorded run. but turned out the medals were there inside the starter pack.

the kids laughed at it. ar and ir glad that they don't have to run but still get the medals. ibit said, 'i don't deserve this' but too lazy to virtual run. i'm still preparing myself for my own run.

this, was Aik's first fun run. he was so excited receiving the starter pack and couldn't wait to run wearing the shirt and chest number. he always count days one by one everyday every time we scheduled something. that could be annoying sometimes haha. so to reduce the counting we decided that he would run on the closest upcoming weekend. 





we told him that he should run 2,5 km to get the medal and he did 2,8 km (4 laps at the field he ran plus walked around).




it doesn't matter if we don't submit it, he deserve it still. he happy, we proud.

now it's my turn so i deserve the medal we have received.


Monday, July 20, 2020

Adaptasi

Sudah lebih dari tiga bulan sejak ditetapkan anjuran untuk tinggal di rumah dalam berbagai judul. Pembatasan Sosial Berskala Besar, Pembatasan Kegiatan Masyarakat, Jogo Tonggo, whatever. Yang jelas semua sebatas anjuran. Kecuali perjalanan antar kota dengan transportasi publik yang jadi agak ribet dengan berbagai ketentuan. Bisa diakali, tapi ya itu kan ribet juga.

Kenyataannya, masyarakat dan pemerintah sama-sama nggak betah berlama-lama diam di rumah. Dengan pembatasan dalam berbagai judul aja rasanya seperti omong kosong, sekarang setelah diumumkan 'new normal', orang merasa hidup sudah kembali seperti 'normal' sebelum pandemik. Tidak peduli betapa banyak penjelasan tentang syarat dan ketentuan yang berlaku dalam new normal, orang lebih terpaku pada pernyataan 'sudah boleh beraktivitas' dan mengabaikan persyaratan.

Mal-mal buka lagi. Bahkan tempat bermain anak. Tempat-tempat usaha, tempat-tempat keramaian yang sempat ditutup atau minimal dibatasi jam operasionalnya, buka lagi seperti biasa. Untung sekolah masih belum diperkenankan mengadakan aktivitas di sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten masih menetapkan kondisi belum aman sampai dua bulan ke depan, dan akan dikaji kembali sesuai perkembangan keadaan.

Di sekolah Aik, sudah banyak  yang mengeluhkan pembelajaran dengan sistem daring. Ya sih, mau tak mau orang tua jadi harus terlibat lebih banyak, setengah menggantikan peran guru dalam mendampingi anak belajar. Buatku, yang jauh sebelum pandemi sudah terbiasa 'mengulang' lagi (bahkan lebih keras) apa yang dipelajari Aik di sekolah dengan metode yang lebih mudah dipahami Aik, lebih mudah beradaptasi. Tapi rupanya, masih ada orang tua murid yang menyerahkan urusan belajar kepada sekolah. Bahkan kemarin di acara pertemuan wali murid ada yang mempertanyakan 'Kalau hanya belajar daring dengan materi-materi yang dibagikan di grup whatsapp, bagaimana dengan pembelajaran akhlak yang juga menjadi tujuan utama sekolah ini?'

Halo. Bukankah pendidikan akhlak anak mestinya menjadi tanggung jawab orang tua? Jika dalam keterbatasan keadaan saat ini, sekolah terpaksa dilakukan lewat zoom, grup whatsapp, dan tugas-tugas, maka anak ya berada di rumah sepenuhnya. Lantas orang tua mempertanyakan tanggung jawab sekolah dalam menerapkan pendidikan akhlak anak?

Ketika kusampaikan bahwa ketetapan Dinas pasti dilatarbelakangi pertimbangan yang komprehensif, respon yang muncul salah satunya (dan ada pendukungnya) adalah, 'Sekarang di mana-mana sudah ramai. Pasar buka, mal buka, masjid buka. Anak saya sudah main keluar karena kalau dikurung di dalam rumah jadi stres. Saya sama sekali tidak keberatan kalau mau belajar di sekolah lagi. Yang penting pakai masker, jaga jarak.'

I don't know. Jika keadaan seperti ini, semua orang menganggap tidak apa-apa beraktivitas seperti biasa yang penting pakai masker dan cuci tangan, jangan-jangan pandemik akan butuh waktu makin lama untuk berakhir. Karena pada kenyataannya, masker-masker berubah fungsi menjadi kalung. Orang masih berkerumun tanpa jarak. Lihat saja foto-foto yang bertebaran di media sosial. Meet up di kafe ga pakai masker. Untel-untelan sehabis senam. Berkerumun sehabis bersepeda dalam rombongan. Biasa aja katanya. 

Mau tidak mau, akhirnya kita yang harus menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Tidak lagi hanya menjaga diri dari paparan virus, tapi juga dari orang-orang yang tidak peduli bahwa mereka mungkin menebar virus. Menghindari kerumunan. Mengetatkan masker, sesedikit mungkin menyentuh barang yang bukan milik kita, sering-sering cuci tangan, dan menjaga jarak dengan orang lain. Terutama yang tampak abai dengan protokol kewaspadaan.

Anak juga, akhirnya harus diajari kebiasaan baru. Bagaimana dia harus berperilaku di luar rumah. Aik sudah sejak beberapa waktu lalu aku ijinkan main keluar. Dengan catatan harus pakai masker. Tidak dekat-dekat dengan teman. Tidak pegang mainan teman. Tidak masuk rumah orang. 

Aku ajak ke supermarket, dengan melihat-lihat keadaan. Jika parkiran terlihat sepi, baru berani masuk. Di sini lebih ketat. Untung di supermarket banyak tulisan  'jaga jarak', jadi dia setiap saat 'diingatkan'. Yang  harus kita ingatkan lagi terus menerus adalah 'jangan sentuh apa pun.'

Ada pengalaman lucu suatu hari. Dia melihat ibu-ibu yang antri menimbang dan tidak jaga jarak. Aik dengan tanpa beban berseru, 'Jaga jarak satu meter!" Si ibu langsung mundur pelan. Di lain waktu, dia sampai tantrum karena mengingatkan seorang anak usia 3 tahunan yang menyentuh handrailing pembatas di kasir. "Don't touch anything! No! Jangan sentuh apa pun! Dilarang!" Si anak yang tentu saja belum begitu paham, justru makin kencang pegangan railing. Aik makin keras. Si anak jadi takut dan menangis. Aku sibuk menenangkan Aik dan minta maaf. Ortu si anak langsung menggendongnya menjauh. Huft.



Hey, kalian sudah nyoba ke mal di  masa pandemik ini? Aku mencoba datang ke tiga mal dan semuanya sepi. Jumlah pengunjungnya kurang dari setengah biasanya sebelum pandemik. Mungkin sepertiga. Seperti di tempat umum lain, selain cek temperatur tubuh, disediakan hand sanitizer di pintu masuk. Jangankan jaga jarak 1,5 meter, 10 meter juga bisa. Jadi aku memberanikan diri mengajak Aik. Sambil sebisa mungkin mengalihkan perhatiannya dari tempat bermain, karena aku belum berani membiarkan dia bermain di sana. Aik tidak terlalu suka hand sanitizer. Tapi dia suka cuci tangan. Aku suka pada tempat berbelanja yang menyediakan tempat cuci tangan dan sabun daripada sekedar sanitizer di pintu masuk. Aik tidak pakai disuruh, otomatis cuci tangan sendiri.


Dulu, kalau mau cuci tangan kita harus ke wastafel yang jadi satu dengan toilet. Sedangkan sekarang, sebisa mungkin kita tidak masuk ke toilet umum.

Ada perkembangan baru. Aik sekarang tidak takut hand dryer. Dia bahkan tanpa disuruh, langsung mengeringkan tangan di situ seusai cuci tangan. One more step ahead.

Sunday, July 5, 2020

sepeda-sepeda yang bangkit dari tidur panjang

virus baru yang sedang mewabah padahal Covid-19 belum juga mereda: bersepeda.
sepeda menjadi langka, kalaupun ada harganya berlipat ganda. seperti masker di awal pandemik corona. 
rupa-rupa berita kelakuan pesepeda di jalanan, di warung. apakah ini pelampiasan setelah berbulan di rumah aja? benarkah mereka yang mubal di atas sepeda ini sebelumnya patuh berada di rumah saja?
bersepeda katanya adalah salah satu bentuk olahraga yang relatif aman karena dilakukan di udara terbuka. yang bahaya, menurutku, kalau nggak patuh aturan lalu lintas. dan satu lagi, berangkat berombongan lalu saat jeda atau istirahat di akhir rute duduk-duduknya berkerumun dan tanpa masker.


kami beruntung bahwa satu dasawarsa sebelumnya kami pernah menggilai sepeda sampai, setiap orang punya satu. di akhir pekan kami bersepeda berlima walau bukan rute yang jauh-jauh dari rumah (waktu itu belum ada Aik). milik Ar dan Ir sudah dijual karena kondisinya sudah parah. jadi sekarang tinggal tiga, dan terpaksa kami bikin jadwal gantian.
maka ketika Dan membongkar sepeda-sepeda yang hampir 10 tahun terabaikan tersandar di garasi, ini kesepakatannya: tidak ikut rombongan lebih dari 10 orang, berangkat pagi sekali sebelum jalanan ramai, tidak berhenti di tempat-tempat yang ramai. jika terpaksa harus berhenti atau berjalan pelan di antara kerumunan, wajib pakai masker.
agak menakjubkan juga bahwa, untuk gowes pertama setelah bertahun-tahun kami langsung ambil rute sepanjang lebih dari 20 km pergi-pulang, lengkap dengan turunan dan tanjakan tajam. beberapa kali kami berhenti karena Dan butuh jeda. tapi selesai juga. 
minggu berikutnya  kami mencoba lagi rute yang hampir sama, dan rasanya lebih ringan. awalnya aku khawatir paha dan betis yang bakal remuk, tapi ternyata mereka baik-baik saja. efek hebat yang masih terasa selesai bersepeda adalah lapar dan lapar, ngantuk dan ngantuk.
besok coba rute lain, ah.

Sunday, June 28, 2020

there's a time for everything, or may be not.

 

I have stopped wondering when will my son be able to do this or that. if he was meant to, eventually he will. if he was not then it's okay if he can not. human have unimaginable capability but not unlimited. I have learned to accept that everybody (every body) is perfect, and so is  his.



I'm proud that Aik is now cofident enough to ride his bike with additional small wheels. and I am proud that I and Dan made it to ride 21 km with many stop-and-take-a-breath-s.

it's easier (and more peaceful) to focus on things we should be grateful for.


Eid in The Time of Corona and Life After




super late post for a never imagined Eid celebration.

we prayed at home, Dan be the Imam and Khotib. we didn't visit our parents. we visited our neighbors but only greeted from outside the gates. it was weird but intimate. but weird.
but covid 19 has made many things in life weird. many things are no longer the same. the government has announced 'new normal' life and my translation of new normal is we are not as free to do things as we did before.
not until we are sure the cases are lowering (or stopped). and still it will never be the same, ever. the awareness during pandemic will stay remain. I hope.

Wednesday, April 1, 2020

Life in The Time of Corona

Live's been going on without a good record. So many things happened and suddenly here we are.
It's like the world stopped turning. Everyone has to slow down, or totally stop.


Kids study at home. Parents work from home. Suddenly washing vegetables and fruits right after shopping becomes a habit. The old habit washing hands becomes more intense and frequent. People keeping distance from each other. Sanitizer and disinfectant become prime needs after food.




Masks and antiseptic liquids disappear from stores. Online shops sell them in unbelievable prices, and unbelievably, there are buyers. Medical crews screaming for medical protective apparels.


In the other side, some people say they would die from getting bored staying at home before getting infected by the virus. No matter how loud the instruction from the government (and people who concern) to keep distance and stay at home -- unless for important reasons, they still gather in cafes, jump to crowds, go to mosques, making events. Everyday hundreds people die in this country, and thousands in around the world but they still don't care enough.



The hardest part may be, is fighting the fear, and our anger to those who are not aware. Now beside reminding ourselves about the corona virus awareness protocol, it is important to remind our selves to be calm. To accept what is happening. To enjoy it the best way we can.



Now one of our cats is staying in the vet clinic as is suspected to be poisoned. It could be something she ate outside. We have no idea. 


The whole world is suffering. We are all struggling. This is a time to look in ourselves. This is a testing time of how strong we are, and how much we care about others.

Hello. Ho do you do?

Tuesday, January 14, 2020

Yogya Trip with Aik

Sabtu lalu Dan harus hadir di resepsi pernikahan anak relasinya di Yogya. Acaranya malam. Kalau langsung pulang kok kasihan. Jadi aku sarankan dia menginap saja. Tapi aku ikut.
Akhirnya aku dan Aik ikut. Kami menginap di salah satu hotel tidak jauh dari hotel tempat resepsi. Yang terpenting buat Aik, ada liftnya.
Tidak ada yang istimewa di acara resepsinya, kecuali bahwa bunga-bunga yang dipasang adalah bunga plastik. Ini membuatku terhibur karena, dulu pernah ada yang sedikit merendahkan acara nikahanku yang pakai dekorasi bunga plastik, dan memamerkan resepsi nikahannya yang 'seluruh bunga di ruang resepsi ini asli lho!' Halo, ini adalah hajatan seorang direktur BUMN, pakai bunga plastik, dan nggak masalah.
Yang lebih penting adalah acara minggu pagi sampai sorenya.
***
Kami sudah keluar dari hotel pukul 08.00, Taman Pintar belum buka, jadi kami jalan dulu ke Benteng Vredeburg. Hm... hm... hm.. di sini kayanya aku dan Dan yang lebih menikmati. Tiba-tiba aku paham isi Perjanjian Renville, yang waktu pelajaran Sejaran di SMP-SMA terasa susah banget untuk nyantol di kepala...


Agak siang kami jalan kaki sedikit menuju Taman Pintar. Kami berharap Aik bisa menikmati kunjungan di sana.

Dia terdiam sesaat di titik ini sebelum melanjutkan perjalanan. Dari semua isi Taman Pintar yang dijelajahi, paling betah di daerah Fisika. Nggak terlalu tertarik dengan dinosaurus dan ikan. Hm... hm... hm.... Kamu sukanya apa sih Nak?


Di rumah, malam sebelum tidur, aku pancing Aik untuk mengingat binatang-binatang yang dia lihat di Gembira Loka. Tapi ogah-ogahan banget jawabnya, bahkan sempat keluar jawaban andalan, ‘nggak tau.’
Akhirnya aku pura-pura mengingat. Ternyata dia menyahut.
Gajahnya ada.... berapa ya?
‘Dua.’
Crocodile ada berapa?
‘Tujuh.’
Ada swan warna...
‘Putih.’
Ada harimau.
‘Warna orange, asleep. Ada bola merah.’ (Di kolam dalam kandangnya, mungkin untuk mainan).
Ada monkey nggak ya?
'Monkey awake. Not asleep.'
Mami lihat flamingo ijo.
‘Eh salah, pink.’
Aku berhenti.
Dia bukan tidak ingat, tapi sedang males. Mungkin saking capeknya. Jadi aku ucapkan ‘good night.’



Sepertinya ide bagus juga untuk lain kali mengajak Aik jalan-jalan lagi. Yang penting jangan sampai kecapekan karena terlalu banyak jalan kaki, perutnya sepertinya yang nggak kuat.