Sunday, January 6, 2013

The Balancing

Kemarin sore aku dan Ibit ngobrol panjang, sambil membuka plastik buku-buku yang aku borong dengan membabi buta di acara diskon 40%. Membahas sekilas tiap-tiap buku dari sampulnya. Membahas resolusiku untuk menulis satu cerpen dan membaca satu buku setiap bulan. Membahas resolusinya untuk mengerjakan PR sepulang sekolah dan sholat tepat waktu.

Ibit bercerita, bahwa dia baru saja meletakkan kesempatan untuk duduk di Dewan Galang Pramuka. 'Pelajaran sudah cukup berat, dan aku sudah jadi pengurus OSIS dan Rohis. Aku ingin tetap punya waktu untuk kegiatan di luar sekolah.' Yang dia maksudkan mungkin pergi jalan-jalan atau nonton bioskop. Tapi ternyata juga termasuk ikut terlibat di aktivitasku berkesenian. Bertemu banyak orang dan sesekali tampil di pagelaran. Tentu saja ini melegakan.

Pagi ini aku mengajaknya ke pertemuan komunitas sketser, dan mampir ke pameran kaleng di seberang gedung tempat pertemuan. Barang-barang yang dipajang di pameran itu adalah segala sesuatu yang terbuat dari kaleng, baja tipis bersalut timah, dan semuanya antik. Mulai dari mainan, peralatan minum dan makan, kemasan oli, perman, minyak rambut, sampai sampo. Ada yang masih mulus tapi kebanyakan sudah karatan. Dan dijual dengan harga yang menakjubkan. Bayangkan, sebuah kaleng wadah kertas rokok lintingan yang sudah kusam dan karatan, dibanderol Rp. 100.000.

Mahal? Aku senang Ibit tidak beranggapan begitu. Dia bisa menerima bahwa semua barang di pameran itu adalah benda antik dengan sejarah keberadaannya, bukan barang rongsokan. Dan dia bukan sekedar senang, tapi bangga mendapat kesempatan melihat pameran itu. Keren, katanya. Dia tidak sabar ingin menceritakan pengalamannya hari ini kepada teman-teman sekolahnya besok.

"Tidak ada anak di sekolahku yang seberuntung aku, bisa melihat pameran unik seperti itu."

Dan tidak ada ibu yang sebahagia aku, bisa membuatnya begitu bangga dan gembira dengan mengajaknya melakukan hal-hal (yang tampaknya) sederhana. Yang lebih membahagiakan, sebenarnya, adalah dia mulai memahami bahwa dia butuh aktivitas lain selain nggekeng di dalam pagar sekolah.
Menjadi materi refreshing tapi juga menambah pengetahuan.

Kapan-kapan kita nonton pameran lukisan ya, Mbak Ibit ;)


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Thursday, January 3, 2013

The Intelligence


It is sad to hear some one says that your child is stupid, isn't it? Or some thing not exactly that word. Just a sentence such as 'oh, this kid is not stupid ya', which means for once this person thought the kid is.
Sedih nggak sih, kalau dengar ada orang mengatakan anakmu 'bodoh'? Meski ngga senyata itu sekali pun. Misalnya, 'oh, ternyata anak ini nggak bodoh ya'. Yang berarti dia sempat berpikir ini anak bodoh.

I believe every child has their own intelligence. My baby is not speaking yet, may be he's just not there, yet. But when he face his tablet he knows where to touch to get to the games he likes. And he knows how to play the games. He knows how to find his favorite videos and music. He knows what to do with his toys, books, shoes, clothes, milk bottles...
Aku sih percaya, setiap anak mempunyai kecerdasan sendiri-sendiri. Bayiku belum bisa bicara, ya mungkin karena dia belum sampai ke sana. Tapi kalau dia sedang menghadapi tablet-nya, dia tahu caranya menuju games kesukaannya. Dia bisa main gamenya. Dia tahu caranya membuka video dan foto-foto favoritnya. Dia tahu harus berbuat apa dengan mainan, buku, sepatu, baju, botol susu...

He knows a lot more than what people around him think he does.
Dia tahu lebih banyak dari yang diperkirakan orang-orang di sekelilingnya.

Maybe he just needs more stimulant than other kids need. And that's what we'll give.
Mungkin dia cuma butuh lebih banyak rangsangan dari pada anak lain pada umumnya. Kasih dah...